Kamis, 13 Juni 2013

Perubahan Identitas dan Korupsi


Perubahan identitas pada dasarnya adalah proses perubahan dari satu identitas sebelumnya  ke identitas lain yang mungkin lebih baik dari sebelumnya atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang perubahan identitas dari sebelumnya strata biasa menjadi luar biasa. Perubahan hidup dari sederhana menjadi matang terkadang menjadi suatu keunikan tersendiri pada seseorang yang tak mampu beradaptasi, baik adaptasi secara moral maupun perubahan kultur lain yang sebelumnya ia jalani sebagai manusia dengan strata yang biasa-biasa saja.
Perubahan identitas ini dalam kebanyakan politisi kita atau orang tertentu di Indonesia menjadi problema tersendiri yang tentunya berdampak pada moralitas, gaya hidup, dan hal lain yang membuat dirinya menjadi berbeda dari sebelumnya. Contoh perubahan ini misalnya seorang yang sebelumnya bergelut didunia keagamaan atau seseorang sebelumnya menjadi pejuang kemanusiaan (aktivis) kemudian terlibat dengan partai politik yang mengangkatnya pada status prestius misalnya terpilih menjadi anggota legislative (DPR) atau menjadi pejabat dalam lingkup tertentu.  Proses pergantian identitas ini menarik untuk dianalisa sebagai suatu tataran perubahan moralitas, gaya hidup yang matre dengan penuh kesenangan, dikelilingi perempuan dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan itu termasuk melakukan korupsi.
Menjadi pejabat, baik sebagai politikus legislative ataupun pejabat dalam lingkup tertentu membuat seseorang merasa status sosialnya berubah, hal ini akan membuat orang tersebut seperti menanggalkan status lama yang cenderung dianggap tak layak lagi ia sandang. Contoh kecil misalnya pada status sebelumnya yang biasa saja dengan memakai kemeja biasa tak bermerek itu dipandang normal-normal saja, akan tetapi ketika perubahan identitas sosial yang ia rasakan otomatis pakaian yang dulunya biasa ia kenakan ketika dikenakan kembali akan membuatnya risih dan dianggap tidak sesuai dengaan identitas barunya yang semestinya menurut dia sepadan dengan jas-jas mahal dan pakaian-pakaian yang bermerek.
Perubahan ini sedikit demi sedikit mempengaruhi baik dari segi pikiran, kebutuhan, pergaulan, dan tentu moralitasnya. Perubahan-perubahan ini membuatnya membutuhkan fasilitas-fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhannya, salah satunya adalah uang yang memang mudah didapatkan pada posisi tersebut. Tak terbendungnya keinginan tersebut oleh moralitas agama akan mebuatnya “mabuk” dengan hasrat yang berlebihan. Dengan uang yang mudah didapat dengan berbagai cara akan merubah sisi pergaulan yang sebelumnya sederhana menjadi foya-foya atau intinya segala sesuatunya untuk kesenangan. Unsur kesenangan yang terkadang berlebihan tak terhingga inilah yang semakin membuatnya terperosok pada hasrat yang lebih jauh, salah satunya hasrat birahi yang membuatnya memiliki perempuan-perempuan menarik demi kesenangan. Hal ini dipermudah oleh kebanyakan perempuan dengan budaya matre yang rela memuaskannya asal gelimpangan uang untuk menghalau serangan kemiskinan.
Kesenangan-kesenangan dunia inilah secara tidak disadarai telah merubah meninggalkan ideologi, agama, dan pikiran-pikiran sehatnya secara system cultural  menjadi konsep-konsep yang berbahaya. Segala sesuatu tipu muslihat dibenarkan untuk mendapatkannya terutama pada wilayah kucuran uang yang dibutuhkan untuk memuaskannya. Posisinya sebagai pejabat yang mampu memanipulasi segala hal mendorongnya mau tak mau pada budaya korupsi. Hidup mewah, perempuan, kesenangan menjadi ideologi baru bagi dirinya.

Mari Melawan atau Selamat Mencoba

Tidak ada komentar:

Posting Komentar